Minggu, 25 September 2011

Pengalaman menulis,, memahami benda dengan pendekatan fenomenologi


Tulisan ini saya tulis sebagai revisi tugas kedua mata kuliah apresiasi arsitektur. Awal pemberian tugas ini, pembimbimg kelas saya hanya meminta sebuah tulisan tentang sebuah benda, apapun benda itu. Sebelum tulisan revisi ini saya tulis, saya telah menyelesaikan sebuah tulisan tentang sebuah benda “rokok” saya beri judul “aku, saluran berpori tanpa lubang.” 

Aku, Saluran Berpori Tanpa Lubang 
Banyak pemujaku..
Banyak pula pencaci yang memaki..
Bagi pemuja kuberikan mawar dengan duri..
Bagi pencaci kuberikan saja duri..
Tanpa mawar sang perayu..

Untukmu si pemuja..
Puasmu bukan puasku!
Ini maumu, bukan mauku!
Kau bakar ragaku..
Kau hirup mawar dariku..
Kutinggalkan duri diparumu..
Sepahku kau buang bersama hela nafasmu..
Debuku kau terbangkan bersama hembusan sang angin
Lebih baik ragaku tak bersisa
Tapi ragaku kau sisakan..
Untuk kau pijak dengan ujung sepatumu yang berlumpur
Lalu kau salahkan aku mengotori bumi Sang Maha??
Sang Maha bukan penciptaku
Aku ciptaan kau!
Makhluk sempurna ciptaan Sang Maha..
Andai dapat aku bersua..
Tapi aku tak punya mulut..
Aku hanya saluran berpori tanpa lubang..

Kalau sudah begitu..
Salah siapa??
Bukan salahku!
Itu salahmu..
Salah teman-temanmu!
Salah ibu bapakmu!
Salah kakek, nenek, dan buyutmu!
Salahmu si pencipta..
Salahmu si peramu..
Dan salahmu.. Si pemuja!
Bukan salahku...Jika kau kuberi mawar dengan durinya..
Itu juga maumu..

Untukmu si pencaci yang memaki,
Tak maksud hati memberimu duri
Bukan mauku!!
Mau si pemuja dari golonganmu..
Caci saja dia..
Maki saja dia..
Bukan aku..
Saluran berpori tanpa lubang..


Istiqamah,
17 september 2011

Sebagai sebuah puisi untuk penulis amatir seperti saya puisi ini sukses berat. Sayangnya, tulisan ini tidak sesuai dengan tujuan pemberian tugas pembimbing kelas yang secara tidak langsung ingin mendekatkan mahasiswa pada pendekatan fenomenologis. Terlalu banyak teori, pengetahuan, dan prasangka yang saya kemukakan ditulisan tersebut tentang rokok yang saya pahami, sehingga lupa akan hakikat benda itu sendiri. Berikut, adalah kritik pembimbing kelas saya Masdar Djamaludin terhadap tulisan yang saya tulis sebelumnya:
“bayangkan rokok tanpa asap,, apakah ia layak disebut rokok????dalam tugas ini hakikatnya saya mencoba menstimulasi mahasiswa untuk mencari esensi dari satu hal..meyelami,,merenungi,,membuang hal2 tak perlu sehingga esensi muyang tersembunyi bisa... muncul terkuak ke permukaan..kaidah ini secara tak langsung adalah pendekatan fenomenologis..membongkar fenome, mengungkai esensi..coba cek kata fenomenologis di wikipedia,,baca-bacalah...ada seach di google akta ini..cari tahu penejlasannya”

“kembali ke benda2 itu sendiri, lepaskan teori, lepaskan prasangka, lepaskans emua prasangka selama ini,,pahami sendiri dengan cara sendiri,,kita sang subjek mencoba larut emncajdi objek..dengan intensiif..intensional,,maka hakikat akan muncul(kontemplatif)..”

Fenomenologi adalah disiplin ilmu yang sungguh revolusioner dan berpengaruh. Sebagai corak berfilsafat, fenomenologi sangat orisinil, pola berfilsafat yang tidak lagi mencari esensi di balik penampakkan, melainkan berkonsentrasi penuh pada penampakkan itu sendiri. Fenomenologi menyapu bersih segala asumsi yang cenderung mengotori kemurnian pengalaman manusia.
Fenomenologi dirintis oleh Edmund Husserl (1859-1938). Fenomenologi berasal dari kata fenomenon, yang berarti sesuatu yang tampak. Jadi fenomenologi adalah aliran yang membicarakan fenomena atau segalanya sejauh mereka tampak.
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zuden sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran. Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu ditandaikan tiga hal yaitu :
ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek.

Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran. Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu:
Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara.
 Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada
Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin.

sumber:
Penelitian Kualitatif, Uhar Suharsaputra, halaman 7.

Mengacu kepada pendekatan tersebut, saya mengalami begitu banyak kendala dalam tugas ini. saya harus melupakan segala teori dan pengetahuan tentang objek(benda) yang akan saya tulis. Melepaskan semua prasangka. Sementara melalui segenap indra yang saya miliki, khususnya indra visual, teori dan prasangka tentang benda telah begitu melekat pada pikiran dan pola pikir saya. Saya hampir selalu membanyangkan sebuah benda seperti apa yang pernah saya lihat, yang pernah saya dengar, yang pernah saya sentuh, yang pernah saya cium, dan yang pernah saya rasa.
Dalam melekatnya pola pikir yang demikian, saya harus kembali kepada esensi sebuah benda, untuk menemukan hakikatnya. Alhasil, dalam membuat tulisan ini, saya seperti berjalan pada sebuah lingkaran yang tiada awal dan tiada akhir. Dengan melupakan semua pengetahuan tentang benda yang ingin saya tulis, saya kehabisan kata untuk menulis. Karena ketika kembali kepada benda itu sendiri saya menemukan hakikat benda pada sifat dasar yang melekat padanya. Saya bukanlah orang yang pandai merangkai kata. Saya tidak pandai mengolah dan menyusun kalimat. Dalam segenap upaya saya sang subjek mencoba melebur menjadi objek, dengan segala keterbatasan saya dalam kemampuan menulis, ini tulisan yang mampu saya hasilkan.

Kunci
Apapun aku..
Dalam adaku, aku penting
Aku penjaga yang penting..
Dari yang tidak penting..
Untuk si penting
Pengaman yang penting..
Dari siapa yang tidak penting

Tanpaku, yang tertutup tidak dapat dibuka..
Dapat ditutup, namun menjadi tidak penting
Denganku, yang ditutup menjadi penting..
Hanya denganku, yang penting telah tertutup dapat dibuka
Aku hanya milik si penting..
Untuk menutup yang penting
Untuk membuka yang penting

Yang penting…
Akulah sipengaman
Akulah sipenjaga
Hanya jika itu penting,
Aku adalah…
Pembuka yang tertutup
Penutup yang terbuka

Istiqamah,
20 september 2011


Dalam pengalaman saya mencari hakikat sebuah kunci, dengan melupakan semua penetahuan, teori, dan prasangka tentang kunci. Kunci adalah sesuatu untuk mengamankan sesuatu yang penting, sarana/alat untuk membuka atau menutup. Saya berusaha menghilangkan prasangka saya, kunci sebagai suatu benda yang terbuat dari logam seperti kunci pintu atau kunci motor yang sering saya lihat. Toh,, kenyataannya kunci tidak sebatas itu, jauh sebelum waktu sekarang, kunci ada yang terbuat dari batu, kode, dll. Dalam perkembangannya sampai sekarang, kunci juga dapat berupa, sidik jari, mata, suara, nomor(kode), kartu, dan semakin berkembang banyak lagi. Namun, mengacu kepada pendekatan fenomenologis, kunci tetap bertujuan sama, sebuah alat untuk mengamankan, membuka/menutup sesuatu yang penting agar tidak dapat dibuka oleh orang selain yang berkepentingan/pemilik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar